5 Tradisi Unik di Indonesia

5 Tradisi Unik di Indonesia
Uniknya Dunia Kita. Negara Indonesia adalah negara dengan multi kultur, baik dari sisi sosial, budaya dan agama. Dengan beragam etnik yang ada di Indonesia membuat banyak tradisi-tradisi lokal yang berbeda-beda. Mungkin ada beberapa yang tidak cocok dengan teman-teman, sudilah kiranya teman-teman menambah atau mengkritiknya di kolom komentar, agar dapat kita diskusikan bersama. Berikut beberapa tradisi unik yang dapat kami kumpulkan.

1. Fahombo, biasa juga disebut dengan "Lompat Batu". Tradisi ini berasal dari Pulau Nias, yang terletak di sebelah barat Sumatera, tepatnya di Desa Bawomataluo, di puncak bukit yang ada di Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan. Acara ini merupakan ritual budaya sebagai simbol kedewasaan pemuda Nias. Jika seorang pemuda yang mampu melakukan lompatan dengan sempurna dianggap telah dewasa dan matang secara fisik. Karena itu hak dan kewajiban sosialnya sebagai orang dewasa sudah bisa dijalankan. Misalnya, memasuki pernikahan dan untuk menjadi prajurit desa jika ada perang antar desa atau konflik dengan warga desa lain. Karena sekarang sudah tidak ada perang, maka lompat batu hanya dipertunjukkan untuk menyambut tamu, dan sebagai wisata andalan Pulau Nias.

Fahombo / Lompat Batu

2. Satu Suro, merupakan tradisi turun temurun untuk sebagian masyarakat (orang) Jawa dan dikaitkan dengan hal-hal mistis dan berfilosofis. Satu Suro merupakan hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Sura atau Suro dimana bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender hijriyah. Tradisi yang dilakukan saat malam Satu Suro ini, bermacam-macam tergantung dari tiap daerah yang mengadakan. Beberapa ritual yang dilakukan pada acara Satu Suro diatarannya yaitu:

* ritual Mubeng Beteng (pawai yang dapat memacetkan lalu-lintas di seputaran kraton dan jalan protokol).

* Tapa Bisu, (mengunci mulut yaitu tidak mengeluarkan kata-kata selama ritual ini), makna filosofi dari ritual ini adalah untuk mawas diri, berkaca pada diri atas apa yang dilakoninya selama setahun penuh, menghadapi tahun baru di esok paginya.

* Kungkum, berendam di sungai besar, sendang atau sumber mata air tertentu, untuk mandi sesuci ditengah malam. Bermaksud untuk menyucikan diri dari segala kesalahan yang dilakukan pada tahun lalu.

* Tirakatan, tidak tidur semalam suntuk dengan tuguran (perenungan diri sambil berdoa), biasanya dilakukan dipinggir tempat mandi sesuci yang dilakukan. dan, Pagelaran Wayang Kulit.

Satu Suro

Beberapa tempat yang terkenal melakukan ritual ini ada di puncak Gunung Lawu disebelah timur Solo, di pantai Parangtritis dan Parangkusumo di Yogyakarta, dan juga Gunung Dieng.

3. Tradisi Telinga Panjang Suku Dayak, dilakukan dengan proses penindikan daun telinga dan mengenakan satu buah anting atau subang perak sejak masa kanak-kanak, yaitu sejak berusia satu tahun. Kemudian setiap tahunnya mereka menambahkan satu buah menandakan bertambahnya usia mereka. Jadi kita dapat mengetahui umur seseorang dengan menghitung jumlah anting atau subang peraknya tersebut. Anting atau subang perak yang dipakai pun berbeda-beda, gaya anting yang berbeda-beda ini menunjukkan perbedaan status, seperti misalnya kaum bangsawan memiliki gaya anting sendiri yang tidak boleh dipakai oleh orang-orang biasa. Namun seiring dengan perjalanan waktu, tradisi ini telah semakin menghilang dari masyarakat Dayak, dan saat ini hanya tinggal sedikit sekali yang masih memiliki telinga panjang dan umumnya generasi tua.

Tradisi Telinga Panjang Suku Dayak

4. Ngaben, merupakan upacara yang dilakukan untuk penyucian atma (roh) oleh masyarakat yang beragama Hindu di Bali. Banyak persepsi yang mengartikan kata Ngaben beasal dari kata "Beya" yang artinya "Bekal", dan beberapa orang ada juga yang mengatakan beasal dari kata "ngabu" (menjadi abu), dan masih banyak pendapat lain. Sesuatu yang pasti adalah Ngaben adalah upacara pembakaran jenazah untuk mengembalikan roh leluhur (yang telah meninggal) ketempat asalnya, yang termasuk dalam Pitra Yadnya (Upacara yang ditujukan untuk roh leluhur). Seorang Pedanda/Pinandita mengatakan manusia memiliki Bayu, Sabda, Idep, dan setelah meninggal Bayu, Sabda, Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, Siwa.

Ngaben

5. Potong Jari di Papua, merupakan tradisi yang dilakukan oleh anggota keluarga yang meninggal. Tradisi tersebut merupakan ekspresi kesedihan yang ditunjukkan seseorang yang kehilangan salah satu anggota keluarganya. Beberapa sumber ada yang mengatakan Tradisi potong jari pada saat ini sudah hampir ditinggalkan. Jarang orang yang melakukannya belakangan ini karena adanya pengaruh agama yang mulai berkembang di sekitar daerah pegunungan tengah Papua. Namun kita masih bisa menemukan banyak sisa lelaki dan wanita tua dengan jari yang telah terpotong karena tradisi ini.

Potong Jari di Papua

Sumber